Tata Cara dan Peraturan Dalam Ilmu Al-Hikmah
Ilmu Al-Hikmah tidak lepas dari hukum syarak dan riwayat Nabi Muhammad S.A.W, contohnya walaupun sudah lincah atau mahir di Al-Hikmah jika belum mempunyai isteri tidak boleh di sahkan mengajar atau jadi pembina Al-Hikmah. Bila ada orang yang belum punya isteri ternyata sudah mengajar Al-Hikmah, orang itu berarti telah melanggar peraturan Al-Hikmah. Dan bagi orang yang telah melanggar peraturan sebagaimana yang telah di tetapkan Al-Hikmah, maka dia akan menghadapi risikonya masing-masing. Dasar dalilnya adalah, nabi Muhammad S.A.W. belum diangkat kenabian sebelum menikah dengan Siti Khadijah, itulah simbolik menjadi Pembina atau Perawat Al-Hikmah dan tidak lepas dari hukum syarak seluruh gerak-geri dan tindak-tanduk Al-Hikmah.
Menurut sebuah pengalaman, ada seorang ikhwan yang belum mempunyai isteri tapi terburu ingin menjadi Pembina atau Perawat ilmu Al-Hikmah. Akhirnya ikhwan tersebut menikahi seorang janda dan setelah beberapa bulan di sahkan menjadi Pembina atau Perawat ilmu Al-Hikmah, si janda itu pun langsung diceraikannya. Dengan kalimat risiko masing-masing, maka dia mendapatkan masalah sendiri. Tata cara ingin belajar ilmu Al-Hikmah, yaitu :
1. Aqil Baligh, itupun kalau sanggup mengerjakan segala perintah Allah S.W.T. dan sanggup meninggalkan segala larangan-Nya.
2. Bersih dari Hadast besar dan kecil. seandainya anak dibawah umur mau belajar ilmu Al-Hikmah, hukum bai’atnya harus diserahkan/diamanahkan kepada orang tua yang mengantarkan mereka, dalam hal ini apabila mereka sudah baligh atau dewasa, hukum bai’atnya harus disampaikan oleh orang tuanya dan apabila ada kegagalan setelah masuk Al-Hikmah, misalnya dengan berzina (jima’) dengan orang yang belum dinikahi maka mereka harus menunggu selama 8 tahun dengan cara baik-baik dalam arti bertaubat dahulu. Dari beberapa pengalaman yang sudah terjadi seperti diatas, ada ikhwan mengadu ke Pembina atau Perawat Al-Hikmah, kemudian pengaduan tersebut ditanggapi dengan jawapan hanya disuruh mandi besar (junub) akhirnya ikhwan tersebut dirawat kembali.
Pengalaman tersebut risikonya menimpa diri masing-masing ikhwan dan Pembina atau ilmu tidak manfaat, sedangkan ada hadist Rasul yang berisi ancaman yang berbunyi : yang artinya : “siksaan yang paling berat bagi manusia dihari kiamat adalah mereka yang punya ilmu tetapi tidak bermanfaat, maha suci Allah S.W.T. “
3. Mampu mengeraskan perut. Tolak ukur dari pendidikan ilmu Al-Hikmah, tergantung dari cara mengeraskan perut. Kalau cara mengeraskan perutnya kurang keras, maka kurang puas hasilnya, namun apabila mengeraskan perutnya keras seperti batu, berbicara dan bernafas tidak terganggu serta badan tidak kaku, maka akan lebih puas hasilnya.
Menurut ucapan guru kita Abah H. Syaki, “wajib mengeraskan perut sambil menganggukkan kepala”. Adapun cara melatih untuk mengeraskan perut adalah membiasakan diri terlebih dahulu mengeraskan perut setiap ingin minum, makan, mandi dan tidur. Ini untuk membiasakan kita sehingga menjadi reflek terhadap hal-hal mengejutkan yang bersifat mengandung bahaya. Contoh : Perut terlebih dahulu dikeraskan, ketika kita ingin minum. Hal ini untuk mengatasi masalah apabila minuman tersebut mengandung racun, maka Insya Allah gelasnya akan hancur. Begitu juga halnya ketika kita ingin makan, apabila didalam makanan tersebut mengandung barang yang haram maka makanan itu tidak dpt diambil. Dalam hal ini muncul pertanyaan, “Bagaimana kalau gelasnya terbuat dari plastik atau besi yang tidak blh hancur ? ” maka jawabannya, “Gelas tersebut tidak akan pecah tetapi tidak blh diambil”. Apabila ada seorang ikhwan Al-Hikmah yang di pukul, walaupun sudah mengeraskan perut ternyata masih blh kena. Itu mencontohkan, bahwa tidak setiap Islam masuk surga. Kemudian apabila di pukul kena tapi tidak merasakan sakit dan badan tidak terluka, itu mencontohkan bahwa orang Islam ahli ibadah tetapi bukan ahli surga. Tehnik penggunaan ilmu Al-Hikmah adalah setiap menggunakannya hanya dengan mengeraskan perut sambil menyebut nama Allah (Allahu Akbar), tanpa harus terlebih dahulu membaca wirid, karena ilmu Al-Hikmah bukan Hizib. Atas dasar itulah guru kita Abah H. Syaki berpesan kepada seluruh Pembina atau Perawat ilmu Al-Hikmah, diwajibkan untuk terlebih dahulu mendidik muridnya bagaimana cara mengeraskan perut dan tidak boleh diijzahkan ilmu Al-Hikmah sebelum muridnya benar-benar mapu.
Peraturan dalam mempelajari ilmu Al-Hikmah, yaitu :
1. Harus Islam, yaitu Islam yang sanggup menjalankan segala perintah Allah S.W.T dan menjauhi segala larangan-Nya. Jika tidak cukup syarat menurut hukum syarak, maka batal (tidak boleh). Contoh : Orang luar Islam dirawat masuk Al-Hikmah, kenapa demikian karena mengutip dari ayat Al -Qur’an (Qs. : ) Barang siapa Pembina atau Perawat Al-Hikmah merawat diluar Islam, maka tunggu kehancurannya. Menurut riwayat, sebelum Pak Toha meninggal beliau sudah mengesahkan Pembina atau Perawat 60 orang termasuk Abah H. Syaki setelah diperhatikan oleh Abah H. Syaki diantara 60 orang kebanyakan merawat diluar Islam, dari situlah Abah H. Syaki berpikir dan berprinsip tidak mau sama-sama diakhirat nanti bersama orang-orang diluar Islam. Abah H. Syaki memisahkan diri dari SINLAMBA karena singkatan SINLAMBA (saudara lahir batin) artinya bersatu dari dunia sampai akhirat, umpamanya ke neraka ke nerakalah semua, kalau ke surga ke surgalah semuanya, itulah pepatah Pak Toha guru besar kita, maka yang terjadi Abah membentuk nama asosiasi KSBPI.
Setelah goyang dan dibubarkan KSBPI tersebut maka Abah istiqarah dan turunlah nama Al-Hikmah, maka sampai sekarang ilmu tersebut dinamakan ilmu Al-Hikmah. Sehingga ada julukan kata di mana di sebut Abah H. Syaki itu adalah Al-Hikmah dan begitu juga sebaliknya. Kenapa hasil istiqarah turun Al-Hikmah? Karena sesuai dengan tingkah laku Abah H. Syaki yang bersifatkan amar ma’ruf nahi mungkar.
2. Jika ada ikhwan/akhwat Al-Hikmah yang melakukan zina, maka harus bertahan selama 8 tahun untuk tidak dirawat dulu. Setelah melewati masa 8 tahun, maka silahkan ikhwan/akhwat tersebut dirawat kembali dan ini adalah peraturan dalam ilmu Al-Hikmah. Jika sebelum 8 tahun ikhwan/akhwat tersebut memaksa ingin dirawat kembali, kemudian Pembina atau Perawatnya mengabulkan permintaan ikhwan/akhwat tersebut, maka risikonya akan menimpa si ikhwan/akhwat dan Pembina atau Perawatnya.
3. Jika ada seorang akhwat ingin belajar ilmu Al-Hikmah, sedangkan akhwat tersebut sudah mempunyai suami, maka Pembina atau Perawat ilmu Al-Hikmah harus terlebih dahulu mendapatkan izin dari suami akhwat tersebut. Hal ini untuk mencegah fitnah yang akan timbul dikemudian hari. Tolong patuhi peraturan-peraturan yang terdapat dalam ilmu Al-Hikmah, pertahankanlah amanat guru jangan sampai risiko menimpa diri kita masing-masing. Itulah pandangan saya atau pengalaman saya terhadap perkembangan ilmu Al-Hikmah yang semakin merosot dan tidak bermanfaat.
Adab Menerima Tamu non Muslim atau diluar Islam. Cara menerima tamu non muslim atau diluar Islam, apabila minta ubat karena sakit atau minta syarat usaha itu boleh, asal jangan dikasih kekuatan, alasannya karena pada suatu saat nanti apabila terjadi perang antar agama, takut membahayakan kita. Konon riwayatnya pada zaman nabi Ibrahim pada waktu itu ada seorang raja kafir bilang jangan ikut agama Ibrahim karena agamanya susah dan nabi Ibrahim tidak menyembah api maka di akhirat nanti akan di bakar oleh api menurut raja kafir. Maka mereka menyembah api dengan kenyakinan bahwa api neraka akan jinak. Tetapi dari zaman nabi Adam sampai hari kiamat nanti tidak setiap orang kafir itu kaya dan tidak setiap orang Islam itu miskin, itulah perjalanan dunia yang telah diatur oleh Allah S.W.T. Namun tiba-tiba nabi Ibrahim kedatangan seorang kafir yang miskin, nabi Ibrahim tersinggung oleh perkataan raja kafir tadi kemudian nabi Ibrahim mengusir orang kafir yang miskin tadi, tetapi tidak mau pergi akhirnya nabi Ibrahim yang pergi. Di tengah perjalanan Nabi Ibrahim mendapat teguran Allah S.W.T. dengan mengutus malaikat Jibril untuk berkata : “kamu hanya disuruh menyampaikan amanat tapi kenapa kamu marah, sedangkan Aku (Allah) sudah memberikan Rizki kepada mereka (orang-orang kafir) namun mereka tidak percaya pada Aku (Allah) akan tetapi Aku tidak marah karenanya“ Akhirnya nabi Ibrahim kembali dan menghormati tamu si kafir tadi, maka dapat diambil kesimpulan bahwa menerima tamu orang kafir itu boleh tetapi jangan mendoakannya. Riwayatnya, nabi Ibrahim pernah mendoakan bapaknya yang kafir namun ditolak do’anya oleh Allah S.W.T.
No comments:
Post a Comment